Perbandingan Pendapatan Petani Bawang Merah Dengan Feromon dan Tanpa Teknologi Feromon

Bawang merah merupakan salah satu komoditi yang dapat berpotensi meningkatkan nilai ekonomis tinggi untuk dikembangkan, kebutuhan konsumennya hampir sebagian besar digunakan untuk rumah tangga, industri pengolahan akanan seperti bumbu dapur atau masak dan masih banyak lagi.

            Masalah utama yang sering dihadapi petani dalam budidaya bawang merah ialah serangga Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yaitu hama ulat bawang (Spodoptera exigua). Feromon adalah suatu teknologi yang dikembangkan dan dikaji terus-menerus baik dalam skala laboratorium maupun praktek langsung di lapangan.

Penerapan teknologi feromon sendiri bermanfaat dapat mengurangi penggunaan insektisida, menurunkan biaya untuk produksi sampai Rp 2.000.000 per hektar dibandingkan tanpa menggunakan feromon yang mencapai Rp 4.000.000 sampai Rp 6.000.000 per hektar, untuk mengurangi intensitas hama yang menyerang bawang merah hingga 8% dibandingkan dengan tidak menggunakan feromon intensitas serangan hama mencapai 25%, Produksi menjadi meningkat, dan juga dapat memaksimalkan pendapatan petani.

            Feromon memiliki peluang untuk dikembangkan secara masif pada areal yang lebih luas, terutama pada daerah yang menjadi sentra bawang merah dan endemis serangan hama ulat bawang. Selain dapat meningkatkan pendapatan petani, adapun keuntungan yang bisa didapat selain pendapatan dengan menggunakan teknologi feromon yaitu sebagai berikut.

Penggunaan teknologi feromon dapat mengendalikan hama ulat bawang bukan memusnahkan atau menghilangkan populasi hama tersebut, terbukti berkurangnya aktivitas serangan hama yang telah memakai teknologi foromon. Perbandingan teknologi melakukan penyemprotan insektisida sebanyak enam kali dalam satu musim tanam, sedangkan yang tidak menggunakan feromon melakukan penyemprotan sebanyak 11 kali per musim tanam.

Penggunaan teknologi feromon dapat mengurangi biaya untuk pengendalian hama. Biaya pengendalian hama merupakan biaya tenaga kerja pengendali hama dan biaya pembelian insektisida. Contoh kasus di Desa Songan B, Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli, tekonologi menggunakan feromon butuh mengeluarkan biaya tenaga kerja pengendali hama sebesar Rp 509.800/ha/MT, sedangkan tanpa menggunakan teknologi feromon sebesar Rp 1.048.125/ha/MT (51,36% lebih tinggi). Biaya pembelian feromon dan insektisida sebesar Rp 1.594.305/ha/MT, sedangkan tidak menggunakan teknologi feromon sebesar Rp 4.871.542/ha/MT (67,27% lebih tinggi).

Penggunaan teknologi feromon dapat mengurangi aktivitas pengendalian hama dan penggunaan insektisida yang memiliki dampak positif untuk petani bawang merah karena pencemaran atau pengrusakan lingkungan dapat dihindari dan menjaga keragaman, sehingga menghasilkan produk bawang merah yang lebih sehat serta aman untuk di konsumsi.

Demikian artikel hari ini seputar perbandingan pendapatan petani bawang merah dengan teknologi feromon dan tanpa teknologi feromon informasi ini dapat bermanfaat. Simak terus artikl Feromonbawang.com untuk mendapatkan informasi seta wawasan seputar pengendalian hama ulat bawang. Feromonbawang menyediakan Feromon Exi untuk mengendalikan serangan ulat bawang. Untuk info lebih lanjut, bisa langsung menghubungi kontak yang terdapat di halaman utama Feromonbawang.com